Kisah Negara Kaya, Dokter Pegang Sebentar, Bayar Berjuta-Juta

Kisah Negara Kaya, Dokter Pegang Sebentar, Bayar Berjuta-Juta Kisah Negara Kaya, Dokter Pegang Sebentar, Bayar Berjuta-Juta

Jakarta - Menemui dokter kepada pemeriksaan kesehatan merupakan cela satu kesibukan akan biasanya dilakukan. Namun terkadang, kunjungan ke dokter tak menyelesaikan persoalan kesehatan tetapi menambah penderitaan.

Majalah asal Amerika Serikat (AS), TIME, mengmenyiahkan bagaimana pengalaman para pasien dalam negara itu akan menemui dokternya. Meski lama melahirkan janji, pemeriksaan namun sebentar walaupun tagihannya sangat keras.

Dituliskan bagaimana pasien menunggu bertemu dokternya selama berminggu-minggu. Tapi, saat hari pemeriksaan tiba, pasien pun kembali perlu menunggu selama kira-kira menit sebelum akhirnya dipanggil ke ruangan dokter.

"Kemudian anda bicara beserta dokter Anda (jika Anda dapat menyebutnya berbicara, karena dia keberlimpahan menatap layar komputer), selama 10 menit sebelum Anda kembali ke lobi beserta perintah laboratorium bagi menguji darah Anda," papar media itu, dikutip Selasa, (28/2/2023).

"Beberapa minggu setelah Anda mendapatkan hasil, tagihan datang melintasi pos. Anda ditagih ratusan dolar menjumpai pekerjaan darah. Janji temu selesai dalam hitungan menit, tetapi rekening bank Anda akan merasakan efeknya menjumpai batas yang lama," tambahnya.

Ya, hadapan AS, berkunjung menuju dokter mungkin tidak pernah dalam pengalaman yang menyenangkan bagi sebagian adi pasien. Pada tahun 2019, bahkan sebelum pandemi Covid-19, sebuah survei Ipsos menemukan bahwa 43% warga AS tidak puas dengan sistem medis mereka.

"Pada tahun 2022, tiga tahun selepas pandemi, tetapi 12% orang dewasa AS adapun mengatakan perawatan kesehatan ditangani 'memakai sangat' atau 'sangat' acap membantu pada AS," secara jajak pendapat daripada Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research.

Selain itu, warga Negeri Paman Sam doang membayar tak ternilai demi perawatan bahwa mereka nilai sangat buruk. Diketahui, warga AS menghabiskan lebih luber per kapita demi perawatan kesehatan daripada negara maju lainnya di dunia tetapi mendapat hasil kesehatan di bawah standar.

"Harapan berjiwa rata-rata lebih rendah di AS daripada di negara maju lainnya, dan sekitar 60% orang dewasa AS mendapat penyakit kronis. Sekitar 10% populasi tidak mendapat asuransi kesehatan," tambah tulisan itu.

Dan jasa pelanggan menyebalkan. Pasien AS lelah menunggu berminggu-minggu atau berbulan-bulan demi janji temu yang selesai ekstra dalam hitungan menit. Mereka disebutkan jengah dengan harga keras dan tagihan kejutan serta perlakuan layaknya barang dan bukan manusia.

Jen Russon, seorang guru bahasa Inggris berusia 48 tahun dan ibu dua anak melalui Florida, mengatakan ia tidak dapat mengingat satu pun pengalaman betul yang dia alami dengan seorang dokter.

Ia mengaku berjuang bagi menyeimbangkan US$ 400 yang dibayarkan keluarganya ekstra dalam biaya asuransi bulanan lewat apa yang digambarkan sebagai pengalaman perawatan tidak menyenangkan.

"Saya berharap kami bisa melihat dokter hewan kami, karena mereka adil-adil menghabiskan penuh batas dengan pasien mereka," ujarnya membandingkan dengan dokter hewan.

Penyebab perlakukan buruk ini sendiri beragam. Seorang profesor ilmu psikologi di Kent State University, Jennifer Taber, mengatakan perguruan kuat saja mempersiapkan cara praktek menjadi dokter tapi tidak menghasilkan individu bahwa siap untuk melayani bersama kepribadian bahwa baik.

"Pasien belum tentu ingin kembali ke dokter yang tidak mereka cintai," katanya. Bahkan gerakan mini, sebagai melakukan kontak mata atau mencondongkan tubuh ke arah pasien saat berbicara, dapat membantu membangun hubungan yang cakap," kata Taber.

Pandemi juga memperburuk kondisi ini. Pada saat Covid-19 melanda, dokter mulai mengalami kelelahan lagi kejenuhan. Menurut satu survei baru-baru ini, 30% dokter AS mengatakan mereka merasa lelah pada akhir tahun 2022.

"Kejenuhan dokter namun menambah kejenuhan pasien," kata dokter Bengt Arnetz, seorang profesor dari Michigan State University College of Human Medicine.

"Penyedia merasa stres, lelah, kurang empati. Sering kali mereka tidak melibatkan pasien, lagi pasien ingin dilibatkan."

Tak tetapi itu, asuransi juga bagian mengenai maluput ini. Dokter ekstra dalam perawatan primer atau kedokteran keluarga seringkali berprodusenan habis lebih rendah daripada spesialis. Ini akhirnya membuat banyak calon dokter yang menghindari kedudukan ini setenggat muncul kelangkaan.

"Ketika tidak ada cukup dokter akan berkeliling, janji temu merupakan lebih langka bersama dokter merupakan terdahulu penuh beroperasi, terburu-buru melalui janji ke janji bersama kelelap dalam dokumen."